Abortus imminens
A. Abortus Imminens
1. Pengertian Abortus
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut. Berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan (Mochtar Rustam, Sinopsis Obstetri. 1998 : 209).
Berikut ini macam macam abortus:
a. Berdasarkan kejadiannya
1) Abortus spontan
Adalah abortus yang terjadi secara alamiah tanpa intervensi luar (buatan) untuk mengakhiri kehamilan tersebut (Saifuddin, 2002). Abortus spontan dibagi atas:
a) Abortus imminens
Adalah abortus yang mengancam, perdarahannya bisa berlanjut beberapa hari atau dapat berulang (Kusmiyati, 2009). Abortus imminens adalah terjadinya perdarahan dari rahim sebelum kehamilan mencapai usia 20 minggu, dimana janin masih berada di dalam rahim dan tanpa disertai pembukaan dari leher rahim. Apabila janin masih hidup maka kehamilan dapat dipertahankan, akan tetapi apabila janin mengalami kematian, maka dapat terjadi abortus spontan. Penentuan kehidupan janin dapat dilakukan dengan pemeriksaan USG (Ultrasonografi) untuk melihat gerakan dan denyut jantung janin. Denyut jantung janin dapat juga didengarkan melalui alat Doppler atau Laennec apabila janin sudah mencapai usia 12 – 16 minggu.
Abortus imminens adalah terjadi perdarahan bercak yang menunjukkan ancaman terhadap kelangsungan suatu kehamilan. Dalam kondisi ini, kehamilan masih mungkin berlanjut dan dipertahankan (Wiknjosastro dkk, 2002 : 147). Abortus imminens adalah abortus ini baru mengancam dan masih ada harapan untuk mempertahankannya (FK-UNPAD, 1984 : 8)
b) Abortus insipiens
Adalah terjadinya perdarahan ringan atau sedang pada kehamilan muda dimana hasil konsepsi masih berada dalam kavum uteri (Saifuddin, 2002).
c) Abortus inkomplit
Adalah abortus yang terjadi sebelum usiagestasi 10 minggu, janin danplasenta biasanya keluar, tetapi dalam waktu yang terpisah (Cunningham, 2005).
d) Abortus komplit
Adalah terjadinya perdarahan sampai semua produk pembuahan ataujanin, selaput ketuban dan plasenta sudah keluar (Helen Farrer, 1999).
e) Abortus habitualis
Adalah abortus spontan yang terjadi tiga kali berturut-turut atau lebih (Kusmiyati, 2009).
f) Abortus infeksio
Adalah abortus yang disertai komplikasi infeksi. Adanya penyebaran kuman atau toksin ke dalam sirkulasi dan kavum peritoneum dapat menimbulkan septicemia, sepsis atau peritonitis (Saifuddin, 2002).
g) Abortus septic
Adalah abortus yang disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum (Saifuddin, 2002).
h) Missed abortion
Missed abortion terjadi jika sesudah mengalami abortus imminens,perdarahan pervaginam berhenti namun produk pembuahan meninggal dan tetap berada dalam rahim (Helen Farrer, 1999).
2) Abortus buatan
Adalah abortus yang terjadi akibat intervensi tertentu yang bertujuan untuk mengakhiri proses kehamilan (Kusmiyati, 2009).
b. Berdasarkan pelaksanaannya
1) Abortus medisinalis (abortus therapeutik)
Abortus yang dilakukan atas dasar indikasi vital ibu hamil, jika diteruskan kehamilannya , akan lebih membahayakan jiwa ibu sehingga terpaksa dilakukanabortus spontan (Manuaba, 2007).
2) Abortus kriminalis
Abortus yang dilakukan pada kehamilan yang tidak diinginkan, diantaranya akibat perbuatan yang tidak bertanggung jawab. Sebagian besar dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih sehingga dapat menimbulkan komplikasi (Manuaba, 2007).
2. Etiologi
Insiden, 15% sampai 25% dari kehamilan yang dikenali secara klinis, mungkin mendekati 50% dari semua konsepsi. (Graber, 2006:368) Penyebab abortus merupakan gabungan dari beberapa faktor. Umumnya abortus didahului oleh kematian janin.
Faktor-faktor yang yang dapat menyebabkan terjadinya abortus adalah:
a. Faktor Janin
Kelainan yang sering dijumpai pada abortus adalah kelainan perkembangan zigot, embrio, janin atau plasenta. Kelainan tersebut biasanya menyebabkan abortus pada trimester pertama, yakni:
1) Kelainan telur, telur kosong (blighted ovum), kerusakan embrio, atau kerusakan kromosom (monosomi, trisomi atau poliploidi)
2) Embrio dengan kelainan lokal
3) Abnormalitas pembentukan plasenta (hiplopasi trofoblas) (Cunningham, 2005:952)
Produk konsepsi yang abnormal menjadi penyebab terbanyak dari abortus spontan. Paling sedikit 10% hasil konsepsi manusia mempunyai kelainan kromosom dan sebagian besar akan gugur. (Benson, 2008:297).
b. Faktor Maternal
1) Infeksi
Infeksi maternal dapat membawa dapat membawa resiko bagi janin yang sedang berkembang , terutama pada akhir trimester pertama atau awal trimester kedua. Tidak diketauhi penyebab kematian janin secara pasti, apakah janin yang menjadi terinfeksi ataukah toksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme penyebabnya.Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan abortus.
2) Virus
Misalnya rubella, sitomegalo virus, virus herpes simpleks, varicella zoster, vaccinia, campak, hepatitis, polio dan ensefalomeilitis.
3) Bakteri- misalnya Salmonella typi.
4) Parasit- misalnya Toxoplasma gondii, plasmodium.
5) Penyakit vaskular-misalnya hipertensi vaskular
6) Penyakit endrokin
Abortus spontan dapat terjadi bila produksi progesteron tidak mencukupi atau pada penyakit disfungsi tiroid, defisiensi insulin.
7) Faktor Imunologis
Ketidakcocokan (Inkompatibilitas) sistem HLA (Human Leukocyte Antigen)
8) Trauma
Kasusnya jarang terjadi, umumnya abortus terjadi segera setelah trauma tersebut, misalnya trauma akibat pembedahan:
a. Pengangkatan Ovarium yang mengandung korpus luteum gravidatum sebelum minggu ke-8
b. Pembedahan intraabdominal dan operasi pada uterus pada saat hamil
9) Kelainan Uterus
Hipoplasia uterus, mioma (terutama mioma submukosa), serviks inkompeten atau retroflexio uteri gravidi incarcerata.
10) Faktor psikosomatik pengaruh dari faktor ini masih dipertanyakan. (Benson, 2008:298)
c. Faktor Eksternal
1) Radiasi
Dosis 1-10 rad bagi janin pada usia 9 minggu pertama dapat merusak janin dan dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan keguguran.
2) Obat-obatan
3) Antagonis asam folat, antikoagulan dan lain-lain. Sebaiknya tidak menggunakan obat-obatan sebelum kehamilan 16 minggu, kecuali telah di buktikan bahwa obat tersebut tidak membahyakan janin atau untuk pengobatan penyakit ibu yang parah.
4) Bahan-bahan kimia lainnya, seperti bahan yang mengandung arsen dan benzen. (Wiknjosastro, 2007:303)
d. Faktor Resiko
1) Usia
Usia dibawah 20 tahun dan di atas 43 tahun merupakan usia resiko untuk hamil dan melahirkan (Mulyati, 2003). Menurut Manuaba (1998) kurun waktu reproduksi sehat adalah 20-30 tahun dan keguguran dapat terjadi pada usia yang masih muda, karena pada saat remaja alat reproduksi belum matang dan belum siap untuk hamil.
2) Paritas ibu
Semakin banyaknya jumlah kelahiran yang dialami seorang ibu semakin tinggi resikonya untuk mengalami komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas (Mulyati, 2003). Sejalan dengan pendapat Cuningham (2005) bahwa resiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas.
3) Riwayat abortus sebelumnya
Setelah satu kali abortus spontan, memiliki resiko 15% untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, resiko meningkatnya 25%. Beberapa studi meramalkan resiko setelah 3 abortus berurutan 30-45% (Prawirohardjo, 2008).
4) Pemeriksaan antenatal
Pemeriksaan antenatal yang baik adalah minimal 1 kali pada trimester pertama, 1 kali pada trimester kedua dan 2 kali pada trimester ketiga. Keuntungan yang diperoleh dengan melakukan pemeriksaan antental dengan baik adalah kelainan yang mungkin ada atau timbul pada kehamilan tersebut cepat diketahui dan segera dapat di atasi sebelum berpengaruh tidak baik pad kehamilan (Prawirohardjo, 2008).
5) Pendidikan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Saifudin (2002) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan makin rendah kejadian abortus. Angka kejadian tertinggi yaitu pada golongan berpendidikan 10-12 tahun (SMA). Secara teoritis diharapkan wanita ynag berpendidikan lebih tinggi cenderung lebih memperhatikan kesehatan diri dan keluarganya.
6) Merokok
Merokok dilaporkan menyebabkan peningkatan risiko abortus. Bagi wanita yang merokok lebih dari 14 batang per hari, risiko tersebut sekitar dua kali lipat dibandingkan kontrol normal (Cuningham dkk, 2005)
7) Alkohol
Abortus spontan dan anomaly janin dapat terjadi akibat sering mengkonsumsi alcohol selama 8 minggu pertama kehamilan. Angka abortus meningkat dua kali lipat pada wanita yang minum 2 kali setiap minggu, dan tiga kali pada wanita yang mengkonsumsi alcohol (Cuningham dkk, 2005)
3. Patofisiologis
Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan nerkrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus desidua secara dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya karena vili koriales belum menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan (Wiknjosastro, 2007:303-305). Mekanisme diatas juga terjadi atau diawali dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri.
Plasenta mungkin sudah berada dalam kanalis servikalis atau masih melekat pada dinding cavum uteri. Jenis ini sering menyebabkan perdarahan pervaginam yang banyak. (Widjanarko, 2009).
Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan terlebih dahulu daripada plasenta hasil konsepsi keluar dalam bentuk seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blightes ovum), janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus (Wiknjosastro, 2007:303-305). Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam yang banyak. Perdarahan umumnya tidak terlalu banyak namun rasa nyeri lebih menonjol (Widjanarko, 2009).
4. Gejala Klinis
a. Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu
b. Terdapat perdarahan, disertai perut sakit.
c. Pada pemeriksaan dijumpai besarnya rahim sama dengan umur kehamilan dan terjadi kontraksi otot rahim.
d. Hasil pemeriksaan dalam terdapat perdarahan dari kanalis servikalis, kanalis servikalis masih tertutup, dapat dirasakan kontrasi otot rahim.
e. Hasil pemeriksaan tes hamil masih positif
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil USG menunjukkan:
1) Buah kehamilan masih utuh, ada tanda kehidupan janin.
2) Meragukan
3) Buah kehamilan tidak baik, janin mati. (Kusmiyati, 2009:150)
4) Tes kehamilan positif jika janin masih hidup dan negatif bila janin sudah mati
5) pemeriksaan Dopler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
6) pemeriksaan fibrinogen dalam darah pada missed abortion
b. Data laboratorium:
1) Tes urine
2) hemoglobin dan hematokrit
3) menghitung trombosit
4) kultur darah dan urine
c. Pemeriksaan ginekologi :
1) Inspeksi Vulva: perdarahan pervaginam ada atau tidak jaringan hasil konsepsi, tercium bau busuk dari vulva
2) Inspekulo: perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri terbuka atau sudahtertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.
3) Colok vagina: porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, cavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri. (Ratihrochmat, 2009)
6. Komplikasi
a. Perdarahan
b. Perforasi
c. Infeksi
d. Syok
1) Perdarahan yang banyak disebut syok hemoragik
2) Infeksi berat atau sepsis disebut syok septic atau endoseptik
(Wiknjosastro, 2007:311-312)
7. Diagnosa
Diagnosis abortus imminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus membesar sebesar tuannya kehamilan, serviks belum membuka, dan tes kehamilan positif. Pada beberapa wanita hamil dapat terjadi perdarahan sedikit pada saat haid yang semestinya datang jika tidak terjadi pembuahan. Hal ini disebabkan oleh penembusan vili koriales ke dalam desidua, pada saat implantasi ovum. Perdarahan implantasi biasannya sedikit, warnanya merah, dan cepat berhenti, tidak disertai mules-mules. (Wiknjosastro, 2007:305).
8. Penanganan
a. Istirahat–baring, tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik.
b. Anjuran untuk tidak melakukan aktifitas fisik secara berlebihan atau melakukan hubungan seksual.
c. Pemeriksaan USG penting dilakukan untuk menentukan apakah janin masih hidup. (Wiknjosastro dkk, 2002 : 305)
d. Pada fasilitas kesehatan dengan sarana terbatas, pemantauan hanya dilakukan melalui gejala klinik dan hasil pemeriksaan ginekologik. (Saifuddin, 2007:149)
e. Terapi defesiensi hormon pada abortus imminens
Jenis hormon
|
Dosis awal
|
Dosis pemeliharaan
|
Ditrogesteron
|
40 mg per oral
|
10 mg setiap 8 jam
|
Alilesterenol
|
20 mg per oral
|
5 mg setiap 8 jam
|
Hidroksiprogesteron kaproag
|
500 mg intramuskuler
|
250 mg setiap 12 jam, bila adaperbaikan, lanjutkan dengan 250 mg perhari hingga 7 hari setelahperdarah berhenti.
|
f. Asam mefenamat
Digunakan sebagai anti prostaglandin dan penghilang nyeri tetapi efektifitasnya dalam mengatasi ancaman abortus, belum dapat dikatakan memuaskan.
g. Penenang penobarbital 3 x 30 gram valium
h. Anti pendarahan: Adona , Transami
i. Vit B Komplek
j. Hormon progesteron
k. Penguat plasenta: gestanom, dhopaston
l. Anti kontraksi Rahim: Duadilan, papaverin
B. Tinjauan Asuhan Kebidanan
1. Manajemen kebidanan
Manajemen asuhan kebidanan atau manejemen kebidanan adalah suatu metode berfikir dan bertindak tepat secara logis tentang asuhan yang diberikan. Dalam prakteknya bidan harus berfikir kritis, tidak pragmatis untuk menjamin keamanan dan kepuasan klien sebagai hasil (Pusdiknakes, 2003).
Asuhan kebidanan dengan abortus iminens ini merupakan manajemen kebidanan yang terdiri dari tujuh langkah yang dikembangkan oleh Varney dan didokumentasikan dalam bentuk SOAP.
2. Langkah-langkah asuhan kebidanan menurut Varney (1997)
Konsep tujuh langkah manajemen kebidanan menurut Varney (1997), yaitu:
a. Pengkajian
Menurut Wildan dan Hidayat, (2008)pengkajian merupakan suatu langkah awal yang dipakai dalam menerapkan asuhan kebidanan pada pasien. Pada tahap ini semua data dasar dan informasi yang akurat dan lengkap tentang klien dikumpulkan dan dianalisis unuk mengevaluasi keadaan klien, maka pada pengkajian difokuskan pada:
Data Subyektif
1) Identitas Pasien
Nama : Dikaji dengan tujuan agar dapat mengenal/memanggil penderita dan tidak keliru dengan penderita lain (Ibrahim, 1996).
Umur : Dikaji untuk mengetahui usia aman untukkehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun (Prawirohardjo, 2002).
Agama : Dikaji untuk menuntun kesuatu diskusi tentang pentingnya agama dalam kehidupan pasien, tradisi keagamaan dalam kehamilan dan persalinan (Ibrahim, 1996).
Suku/bangsa : Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari (Ibrahim, 1996).
Pendidikan : Berpengaruh pada tingkat penerimaan pasien terhadap konseling yang diberikan serta tingkat kemampuan pengetahuan ibu terhadap keadaannya (Wildan dan Hidayat, 2008).
Pekerjaan : Berkaitan dengan keadaan pasien maka pekerjaan perlu dikaji apakah keadaan terlalu berat sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya keadaan yang lebih parah (Wildan dan Hidayat, 2008).
Alamat : Dikaji untuk mengetahui ibu tinggal dimana dan diperlukan bila mengadakan kunjungan pada pasien (Ibrahim, 1996).
2) Keluhan utama
Menurut Wildan dan Hidayat, (2008) keluhan utama berkaitan dengan kejadian yang dirasakan pasien, dalam kasus abortus iminens pasien akan mengeluh keluar darah sedikit ataupun banyak dari jalan lahir serta merasakan mules pada perut bagian bawah.
3) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan dahulu
Menurut Wildan dan Hidayat, (2008) riwayat kesehatan yang lalu ditunjukkan pada pengkajian penyakit yang diderita pasien yang dapat menyebabkan terjadinya keadaan yang sekarang. Perlu dikaji juga ibu mempunyai penyakit jantung, asma, hipertensi, DM, karena jika penyakit-penyaki tersebut sudah ada sebelum ibu hamil maka akan diperberat dengan adanya kehamilan, dapat berisiko pada waktu persalinan.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Menurut Wildan dan Hidayat, (2008) riwayat kesehatan ini dikaji untuk mengetahui adakah penyakit yang diderita pasien seperti: penyakit jantung, asma, hipertensi dan DM.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Menurut Wildan dan Hidayat, (2008) riwayat kesehatan ini dikaji untuk mengetahui apakah ada riwayat kembar pada keluarga, selain itu juga dikaji adakah riwayat kecacatan pada keluarga.
4) Riwayat Obstetri
a) Riwayat menstruasi
Menurut Wildan dan Hidayat, (2008) riwayat menstruasi dikaji untuk mengetahui usia kandungan apakah sudah aterm atau belum, melalui HPHT (hari pertama haid terakhir) karena bila dijumpai ibu bersalin dengan preterm, (<37minggu) merupakan kontraindikasi dilakukannya indikasi persalinan, selain itu untuk mengetahui apakah ibu ada riwayat keputihan, karena jika ada keputihan yang sifatnya patologis, maka ada kemungkinan terjadi infeksi.
b) Riwayat kehamilan sekarang
Menurut Muslihatun Wildan dan Hidayat, (2008) perlu dikaji untuk menyatakan tentang keadaan kehamilan ibu yang sekarang ini.
5) Pola pemenuhankebutuhan sehari-hari
a) Pola nutrisi
Menggambarkan tentang kebutuhan nutrisi ibu selama hamil, apakah sudah sesuai dengan gizi seimbang untuk ibu hamil (Wildan dan Hidayat, 2008).
b) Pola eliminasi
Menggambarkan pola fungsi ekskresi, kebiasaan BAB (frekuensi, jumlah, konsistensi, bau) dan kebiasaan BAK (warna, frekuensi, jumlahdan terakhir kali ibu BAB atau BAK), karena jika ibu mengalami kesulitan BAB maka kemungkinan ibu sering mengejan sehingga uterus berkontraksi (Wildan dan Hidayat, 2008).
c) Pola istirahat
Menggambarkan tentang pola istirahat ibu, yaitu berapa jam ibu tidur siang dan berapa jam ibu tidur malam, karena berpengaruh terhadap kesehatan fisik ibu (Wildan dan Hidayat, 2008).
d) Personal hygiene
Menggambarkan pola hygiene pasien misalnya: berapa kali ganti pakaian dalam, mandi, gosok gigi dalam sehari dan keramas dalam satu minggu. Pola ini perlu dikaji untuk mengetahui apakah pasien menjaga kebersihan dirinya (Wildan dan Hidayat, 2008).
e) Pola seksual
Untuk mengetahui kapan ibu terakhir melakukan hubungan seksual dengan suami karena prostaglandin yang terkandung dalam sperma dapat merangsang terjadinya kontraksi (Wildan dan Hidayat, 2008).
f) Pola aktivitas
Untuk mengetahui apakah pekerjaan ibu sehari-hari terlalu berat, sehingga dapat mempengaruhi kehamilan (Wildan dan Hidayat, 2008).
g) Psikososiospiritual
Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui sejauh mana respon, tanggapan, dukungan yang diberikan suami dan keluarga, serta kecemasan pasien dan keluarga dalam menghadapi masalah yang terjadi dalam proses persalinan (Wildan dan Hidayat, 2008). Dalam kasus abortus iminens pasien biasanya mengatakan takut dan cemas akan kehilangan bayinya.
Data Obyektif
1) Keadaan umum dilakukan untuk mengetahui kemungkinan terjadi infeksi yang ditandai dengan suhu meningkat, nadi meningkat, untuk mendukung kondisi selama hamil berjalan baik, maka keadaan umum pasien dan tanda-tanda fisik hendaknya tidak ada masalah (Wildan dan Hidayat, 2008).
2) Pemeriksaan tanda vital
a) Tekanan darah
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui tekanan sistolik dan tekanan diastolik darah. Dengan pemeriksaan ini kita bisa menilai adanya kelainan pada sistem kardiovaskuler. Tekanan darah normal pada orang dewasa yaitu tekanan sistolik kurang dari 130 Mmhg dan tekanan diastolik kurang dari 80 mmhg (Uliyah, 2006).
b) Pemeriksaan nadi
Pemerikasaan ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi dan irama detak jantung. Frekuensi nadi normal pada orang dewasa 60-90 kali permenit (Uliyah, 2006).
c) Pemeriksaan pernafasan
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai frekuensi pernafasan, irama, kedalaman, dan tipe atau pola pernafasan. Frekuensi pernafasan normal orang dewasa yaitu sekitar 16-20 kali permenit (Uliyah, 2006).
d) Pemeriksaan suhu
Pemeriksaan ini untuk mengetahui keadaan suhu tubuh ibu,sehingga bisa digunakan untuk mendeteksi dini suatu penyakit. Pemeriksaan ini bisa dilakukan melalui oral, rektal, dan aksila. Suhu tubuh normal pada orang dewasa yaitu 36-37 0C (Uliyah, 2006).
3) Antropometri
a) Berat Badan
Dikaji untuk menentukan pertambahan berat badan total atau untuk membantu mengevaluasi keparahan edema yang disertai preeklamsi (Varney, 1997).
b) Tinggi badan
Dikaji karena pada ibu hamil yang tinggi badannya kurang dari 140 cm, dicurigai adanya disproporsi sefalo pelvik (Mansjoer, 1999).
c) LILA
Untuk mengetahui berapa lingkar lengan atas ibu, karena bila kurang dari 23,5 cm ibu menderita KEK ( Kekurangan Energi Protein).
4) Pemeriksaan fisik pasien
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan pada organ tubuh pasien (Wildan dan Hidayat, 2008).
a) Kepala : untuk mengetahui bentuk kepala, kulit kepala dan kebersihan rambut (Prihardjo, 2007).
b) Muka : untuk mengetahui pucat karena anemia (Prihardjo, 2007).
c) Mata : dilihat dari konjungtiva pucat atau tidak, bila ditemukan pucat berarti mengarah pada anemia, sklera kuning atau tidak bila kuning mengarah pada hepatitis (Saifudin, 2002).
d) Hidung : untuk mengetahui kebersihan hidung dan ada kelainan pada hidung atau tidak (Prihardjo, 2007).
e) Telinga : untuk mengetahui kebersihan telinga (Prihardjo, 2007).
f) Mulut : untuk mengetahui apakah ada kelainan pada bibir, lidah dan gigi (Prihardjo, 2007).
g) Leher : untuk mengetahui ada pembesaran kelenjar (Liewellyn, 2001).
h) Dada : untuk mengetahui ada tidaknya kelainan pada pernafasan normal atau tidak (Prihardjo, 2007).
i) Abdomen : untuk mengetahui ada tidaknya luka bekas operasi, tumor, linea nigra, dan strie gravidarum. Pada kasus abortus iminens akan dikaji ada tidaknya nyeri perut bagian bawah dan nyeri tekan, (Liewellyn, 2001).
j) Genetalia : Untuk mengetahui varises, tumor, tanda-tanda infeksi atau penyakit menular seksual, jumlah perdarahan dan warna perdarahan (Liewellyn, 2001).
k) Anus : Untuk mengetahui adanya haemoroid atau tidak (Liewellyn, 2001).
l) Ekstremitas: Pemeriksaan ekstremitas harus mencakup pengkajian reflek tendon dalam, pemeriksaan adanya edema tungkai dan vena verikosa dan pemeriksaan ukuran tangan dan kaki bentuk serta letak jari tangan dan jari kaki, kelainan menunjukkan gangguan genetik (Wheeler, 2004)
5) Pemeriksaan Obstetri
a) Inspeksi
Pada abdomen adakah bekas operasi SC, pembesaran uterus, apakah ada ketegangan perut karena kehamilan, pada genetalia dikaji jumlah perdarahan dan warna perdarahanyang keluar (Wildan dan Hidayat, 2008).
b) Palpasi
Apabila dari hasil palpasi ditemukan mal persentasi serta gemeli, tinggi fundus uteri. Pada kasus abortus iminens belum dilakukan palpasi karana umur kehamilan masih muda (Wildan dan Hidayat, 2008).
c) Auskultasi
Untuk mengetahui apakah DJJ < 120 atau > 160 kali permenit berarti kemungkinan terjadi gawat janin sampai dapat menyebabkan kematian janin, dalam kasus abortus iminens belum dilakukan auskultasi (Wildan dan Hidayat, 2008).
6) Pemeriksaan Penunjang
Data penunjang diperlukan pada kasus abortus iminens untuk mengetahui apakah kehamilan dapat berjalan normal apa tidak, seperti:pemeriksaan laboratorium, USG, periksa panggul luar, pemeriksaan panggul dalam, PP test, hasil pemeriksaan dalam (vaginal toucher) (Wildan dan Hidayat, 2008).
b. Interpretasi Data
Diagnosa: dengan melakukan identifikasi yang benar terhadap masalah atau diagnosa berdasarkan interprestasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Diagnosa masalah dan kebutuhan ibu hamildengan abortusiminenstergantung dengan pengkajian terhadap pasien tersebut (Wildan dan Hidayat, 2008).
Intepretasi Data
1) Diagnosa Kebidanan
Seorang ibu G..P..Ab..umur… tahun hamil … minggu, dengan abortus iminens.
DS :
a) Pernyataan dari ibu ini kehamilan yang keberapa
b) Pernyataan dari ibu mengenai umur ibu
c) Pernyataan dari ibu apakah ibu pernah keguguran atau tidak
d) Pernyataan dari ibu mengenai HPHT
e) Pernyataan dari ibu mengenai ada tidaknya nyeri pada perut bagian bawah
DO :
a) Ekspresi wajah
b) Keadaan umum
c) kesadaran
d) Berat badan sebelum hamil
e) Berat badan sekarang
f) Tinggi badan
g) LILA
h) Vital sign : tekanan darah, suhu, nadi, respirasi
i) TFU
j) Hb
k) PP test positif (+)
l) Hasil pemeriksaan dalam (vaginal toucher): mengkaji vagina terdapat fleks atau tidak, porsio tertutup atau terbuka, terdapat nyeri tekan atau tidak, digoyangkan terasa nyeri atau tidak.Adnexa parametrium kanan dan kiri terasa nyeri atau tidak, cavum douglas menonjol atau tidak.
m) Diagnosa Masalah
Permasalahan yang muncul pada abortus iminens yaitu adanya perasaan cemas.
n) Diagnosa Kebutuhan
KIE cara mengurangi rasa nyeri dan relaksasi
Pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi
Monitor tanda-tanda vital
c. Diagnosa Potensial
Diagnosa atau masalah potensial diidentifikasi berdasarkan diagnosis atau masalah yang telah teridentifikasi. Langkah ini penting dalam melakukan asuhan yang aman, diagnosa potensial pada kasus abortus iminens yaitu dapat terjadinya abortus insipiens (Wildan dan Hidayat, 2008).
d. Antisipasi Tindakan Segera
Antisipasi tindakan segera dibuat berdasarkan hasil identifikasi pada diagnosa potensial. Langkah ini digunakan untuk mengidentifikasi dan menetapkan penanganan segera untuk mengantisipasi dan bersiap-siap terhadap kemungkinan yang terjadi. Antisipasi tindakan segera dalam kasus abortus iminens yaitu: Bed rest total dan segera kolaborasi dengan dokter Obsgyn, (Wildan dan Hidayat, 2008).
e. Perencanaan
Menurut Wildan dan Hidayat, (2008) langkah ini direncanakan asuhan menyeluruh yang ditentukan oleh hasil kajian pada langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Rencana asuhan menyeluruh tidak hanya meliputi yang sudah teridentifikasi atau setiap masalah yang berkaitan, tetapi juga dapat dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut apa yang akan terjadi berikutnya, apakah dia membutuhkan penyuluhan, konseling, atau rujukan bila ada masalah yang berkaitan dengan aspek sosial-kultural, ekonomi atau psikologi. Setiap rencana asuhan harus disetujui oleh kedua belah pihak sehingga asuhan yang diberikan dapat efektif, karena sebagian dari asuhan akan dilaksanakan pasien. Perencanaan yang harus dipikirkan pada kasus abortus iminens adalah:
1) Beri ibu dukungan psikologis dan libatkan keluarga dalam memberikan dukungan psikologis
2) Observasi keadaan umum dan tanda vital ibu
3) Kaji perdarahan pasien tiap jam
4) Anjurkan bed rest total
5) Kolaborasi dengan dokter Obsgyn untuk memberikan terapi obat untuk mengurangi keluhan pasian
6) Anjurkan ibu untuk mengurangi aktivitas yang berat dan tidak melakukan coitus selama satu bulan setelah perdarahan berhenti
7) Anjurkan ibu untuk kontrol ulang apabila perdarahan tidak berhenti dalam 2 hari atau bertambah banyak
f. Pelaksanaan
Menurut Wildan dan Hidayat (2008), melaksanakan asuhan menyeluruh yang telah direncanakan secara efektif dan aman. Pelaksanaan asuhan ini sebagian dilakukan oleh bidan, sebagian oleh klien sendiri atau oleh petugas lainnya. Walau bidan tidak melaksanakan seluruh asuhan sendiri, tetapi dia tetap memiliki tanggug jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya (misalnya memantau rencananya benar-benar terlaksana).
Pelaksanaan pada kasus abortus iminens adalah:
1) Memberi ibu dukungan psikologis
Menjelaskan bahwa ibu bisa melewati masalah ini dengan baik, memberikan support kepada ibu, dan mendampingi ibu selama ibu dalam pemantauan, serta menghadirkan keluarga yang paling dekat dengan ibu.
2) Mengobservasi keadaan umum dan tanda vital ibu setiap 1 jam
Mengkaji perdarahan pasien tiap jam, catat warna perdarahan, jumlah pembalut yang digunakan selama ibu berada di tempat pelayanan.
3) Menganjurkan ibu bed rest total atau istirahat rebah baik di tempat pelayanan maupun di rumah selama 48 jam, apabila kehamilan masih dapat dipertahankan perdarahan dalam waktu 48 jam akan berhenti.
4) Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk memberikan terapi obat untuk mengurangi keluhan pasian yaitu:
Penenang penobarbital 3 × 30 ml gram, valium
Anti pendarahan : Adona, Transamin
Vitamin B komplek
Hormonal : Progesteron 10 mg sehari untuk terapi subsitusi dan untuk mengurangi kerentanan otot-otot rahim (misalnya: Gestanon, Dhupaston).
Anti kontraksi rahim : Duvadilan, Papaverin
5) Menganjurkan ibu untuk mengurangi aktivitas yang dapat memperberat keadaan seperti: angkat junjung berat, bekerja terlalu keras dan hindari stres serta tidak melakukan coitus selama satu bulan setelah perdarahan berhenti.
6) Menganjurkan ibu untuk kontrol ulang apabila perdarahan tidak berhenti dalam 2 hari atau bertambah banyak.
g. Evaluasi
Pada langkah ini dievaluasi keefektifan asuhan yang telah diberikan, apakah telah memenuhi kebutuhan asuhan yang telah teridentifikasi dalam diagnosis maupun masalah. Pelaksanaan rencana asuhan tersebut dapat dianggap efektif apabila ibu mengalami perkembangan yang lebih baik. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut terlaksana dengan efektif dan mungkin sebagian belum efektif. Karena proses manajemen asuhan ini merupakan suatu kegiatan yang berkesinabungan maka perlu evaluasi, kenapa asuhan yang diberikan belum efektif. Langkah-langkah proses manajemen umunya merupakan pengkajian yang memperjelas proses berfikir yang mempengaruhi tindakan serta berorientasi pada proses klinis, karena proses manajemen tersebut berlangsung di dalam situasi klinik (Wildan dan Hidayat, 2008).
Dengan melakukan identifikasi yang benar terhadap masalah atau diagnosa berdasarkan interprestasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Diagnosa masalah dan kebutuhan ibu hamildengan abortusiminenstergantung dengan pengkajian terhadap pasien tersebut (Wildan dan Hidayat, 2008).
h. Langkah Preventif Bidan Sebelum terjadi Abortus Imminens :
1. Tidak perlu pengobatan khusus atau tirah baring total.
2. Jangan melakukan aktifitas fisik berlebihan atau hubungan seksual.
3. Jika perdarahan :
i. Berhenti : lakukan asuhan antenatal seperti biasa, lakukan penilaian jika perdarahan terjadi lagi.
ii. Terus berlangsung : nilai kondisi janin (uji kehamilan atau USG). Lakukan konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain. Perdarahan berlanjut, khususnya jika ditemukan uterus yang lebih besar dari yang diharapkan, mungkin menunjukkan kehamilan ganda atau mola.
4. Tidak perlu terapi hormonal (estrogen atau progestin) atau tokolitik (misalnya salbutamol atau indometasin) karena obat-obat ini tidak dapat mencegah abortus.
DAFTAR PUSTAKA
Kusmiati,Yuni,dkk.2009.Perawatan Ibu Hamil.Yogyakarta:Fitramaya
Prawirohardjo, S. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Pusdiknakes Depkes RI, WHO, JHPIEGO. 2003. Asuhan Kebidanan Post Partum. Jakarta, Pusdiknakes RI.
Saifudin,Abdul Bari.2007.Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.Jakarta:YBP SPWiknjosastro, Hanifa, 2002. IU. Jakarta : YBP – SP
Mocthar, Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri Jilid 2. Jakarta : EGC
Manuaba, Ida Bagus Gede, 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Kelurga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
Mocthar, Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri Jilid 2. Jakarta : EGC
Manuaba, Ida Bagus Gede, 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Kelurga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
Uliyah. 2006. Perubahan pada Masa Kehamilan. Fitramaya: Yogyakarta.
Wildan dan Hidayat. 2008. Dokumentasi kebidanan. Jakarta: Salemba medika.
Komentar
Posting Komentar